PEMBAHASAN
A.
Dasar-dasar Al-Quran dan hadits tentang belajar
1.
Dasar Al-Qur’an
Aktivitas
belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sangat menekankan
terhadap pentingnya ilmu. Al-qur’an dan Al- sunnah mengajak kaum muslimin untuk
mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan (wisdom), serta menempatkan
orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Di dalam
al-Qur’an, kata al-‘ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali.
Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada baginda
Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an
memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat berupa menyampaikan, menelaah,mencari,
dan mengkaji, serta meniliti
. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ . خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . أْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَاقْرَ
. عَلَّمَ الْإِنسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmullah yang paling pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq/96:1-5).
Sejak
turunnya wahyu yang pertama kepada nabi Muhammad saw., Islam telah menekankan
perintah untuk belajar, ayat pertama juga menjadi bukti bahwa Al-quran
memandang penting balajar agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada
disekitarnya, sehingga meningkatkan rasa syukur dan mengakui akan kebesaran
Allah. Pada ayat pertama dalam surat
Al-Alaq terdapat kata Iqra’, dimana melalui malaikat jibril Allah memerintahkan
kepada Muhammad untuk “membaca” (iqro’).
Menurut
Shihab (1997) iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun inilah lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun
tidak. Berbagai makna yang muncul dari kata iqra’ tersebut sebenarnya secara
tersirat menunjukkan perintah untuk melakukan kegiatan belajar, karena dalam
belajar juga mengandung kegiatan-kegiatan seperti mendalami, meneliti, membaca,
dn lain sebagainya.
Pengulangan
perintah membaca dalam wahyu pertama ini bukan sekedar menunjukkan bahwa
kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali mengulang-ngulang bacaan atau
membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi
hal itu mengisyaratkan mengulang-ulang bacaan bismirobbik akan menghasilkan
pengetahuan dan wawasan baru.
Allah berfirman dalam surat Al-Zumar ayat 9 yang berbunyi :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah : apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya
hanya orang-orang berakallah yang mampu menerima pelajaran”
Surat Al-Isra’ ayat 36 :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu membiasakan diri daripada apa yang tidak kamu ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan ditanya mengenai itu”
Perintah belajar diatas, tentu saja harus dilaksanakan
melalui proses kognitif dalam hal ini, system memori yang terdiri atas memori
sensasi, memori jangka pendek dan memori jangka panjang berperan sangat aktif
dan menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan
keterampilan. Islam memendang uman manusia sebagai makhluk yang dilahirkan
dalam keadaan kosong, tak berilmu pengetahuan, namun Tuhan memberikan potensi
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi kemaslahatan umat itu sendiri.
Adapun alat-alat yang bersifat psikis seperti mata dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem yang satu sama lain
berhubungan secara fungsional sebagaiman firman Allah dalam Q.S An-Nahl ayat 78
:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak tahu apa-apa. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan daya
nalar agar kamu bersyukur”.
Kata Af-idah dalam ayat
ini menurut seorang pakar tafsir Al Quran Dr Quraissy Shihab (1992) berarti
daya nalar, yaitu potensi atau kemampuan berfikir logis atau kata lain “akal”.
Dalam Ibnu Katsir juz 11 halaman 580 Af-idah berarti akal yang menurut sebagian
orang tempatnya dijantung (Qalbu). Sedangkan sebagian lainya menyatakan bahwa
Af-idah itu terdapat dalam otak (dimagh).
Surat al-Mujadalah ayat
11
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antara kamu dan orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Maha mengetahu apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadalah: 11)
Surat Al-Baqarah ayat 31
٣١. وَعَلَّمَ آدَمَ
الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي
بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar. (QS.
al-Baqarah: 31) .Ayat ini menunjukan kepada kita bahwa belajar dan menuntut
ilmu itu sangat penting sehingga kita banyak mengetahui sesuatu yang benar.
Para Malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena mereka tidak
mendapat proses pendidikan dari Allah SWT, berbeda dengan Nabi Adam as yang
bisa menjawab pertanyaan dari Allah SWT karena telah diajarkan kepadanya.
Disinilah letak pentingnya pendidikan bagi umat manusia.
2.
Hadits Nabi
Selain
al-Qur’an (firman Allah) yang menganjurkan umat Islam untuk belajar, di dalam
hadis Nabi Muhammad saw. juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang
terdiidik.Beberapa hadis tentang pentingnya belajar dan menuntut ilmu, di
antaranya adalah sebagai berikut:
عن انس مالك قال: أطلبوا العلم ولو بالصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya: Dari
Anas ibn Malik berkata ia : “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina sekalipun.
Sesungguhnya menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap Muslim”.
Dalam catatan sejarah
disebutkan bahwa, bangsa Cina telah mengembangkan teknik pembuatan kertas,
pembuatan mesiu, pembuatan jam dan pembuatan kompas. Ini berarti bahwa,
perintah Nabi SAW kepada umat Islam untuk belajar ke negeri Cina mencakup
mempelajari semua pengetahuan Cina tersebut. Penggunaan kertas dalam kehidupan
ilmiah dewasa ini tak bisa dihindari. Kertas diperlukan umat Islam untuk
menulis al-Qur’an, kitab-kitab, Hadis, buku-buku agama, dan buku-buku ilmiah
lainnya. Begitu juga mesiu diperlukan umat Islam untuk mempertahankan diri dari
serangan musuh-musuh mereka. Sementara jam dapat membantu umat Islam mengetahui
waktu shalat dan waktu berbuka puasa serta imsak. Di samping itu juga tidak
kalah pentingnya kegunaan kompas yakni dapat membantu umat Islam dalam
menentukan arah kiblat. Namun karena isnad Hadis Malik ibn Anas ini sangat
lemah menurut para kritikus Hadis, maka Hadis Malik ibn Anas ini hanya bisa
dijadikan pendorong (al-targhib) untuk mempelajari semua pengetahuan teknik
tersebut. Analoginya, umat Islam dewasa ini pun harus mengadopsi ilmu
pengetahuan dan teknoloogi (IPTEK) sebagaimana dikenal di Barat.
Manusia diciptakan sebagai khalifah di
muka bumi, untuk menjalankan kepemimpinannya, manusia harus memiliki
pengetahuan untuk membantu dirinya dalam mengelola alam semesta ini. Hidup di
dunia maupun bekal di akhirat nanti harus berilmu, sebagaimana sabda Rasulullah
saw yang berbunyi:
مَن أَرَادَ الدنيَا
فَعَلَيهِ بِالعِلم وَمَن أَرَادَ الاخِرَةَ فَعليهَ بِالعلمَ وَمَن أَرَادَهُما
فَعليهَ بالعلمِ
Artinya:
Barangsiapa yang menginginkan
(kebahagian) hidup di dunia maka hendaklah ia berilmu, dan barangsiapa yang
meninginkan (kebahagian) hidup di akhirat maka hendaklah ia berilmu, dan
barangsiapa yang menhendaki kedua-keduanya maka hendaklah ia berilmu.
Hadits tersebut memberikan pembelajaran kepada kita
umat Islam agar memiliki ilmu pengetahuan baik ilmu pengatahuan agama maupun
ilmu pengetahuan umum. Hadits Rasulullah saw tersebut, dalam pandangan penulis
menjelaskan tentang pentingnya pendidikan bagi umat manusia. Ilmu pengetahuan
merupakan bekal kita untuk hidup di dunia dan akhirat. Tujuan dari proses
pendidikan adalah untuk kesempurnaan dan kemulian manusia itu sendiri. Dan hadits Nabi
Artinya : “Carilah
ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat”.
Belajar sepanjang
hayat adalah suatu konsep, suatu idea, gagasan pokok islam dalam konsep ini
ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan
formal seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau, setelah ia
selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal. Ditekankan
pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung
sepanjang kehidupan seseorang. Bedasarkan idea tersebut konsepbelajar sepanjang
hayat sering pula dikatakan sebagai belajan berkesinambungan (continuing
learning). Dengan terus menerus belajar, seseorang tidak akan ketinggalan zaman
dan dapat memperbaharui pengetahuannya, terutama bagi mereka yang sudah berusia
lanjut. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan
terasing dari generasi muda, mereka tidak akan menjadi snile atau pikun secara
dini, dan tetap dapat memberikan sumbangannya bagi kehidupan di lingkungannya
B.
Unsur-unsur belajar
Menurut Oemar
Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsure-unsur
manusiawi, material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.[1]
Unsure-unsur
belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1.
Manusia terdiri
dari siswa, guru dan tenaga lainnya.
2.
Material yaitu buku-buku, spidol, papan tulis, slide,
film, audio dan video tape.
3.
Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio
visual, computer.
4.
Prosedur meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, ujian, dan sebagainya.
C.
Konsep belajar menurut pakar pendidikan Islam
Konsep adalah gambaran mental dari obyek,
suatu pemikiran, ide, suatu gagasan yang mempunyai derajat kekongkritan, proses
ataupun yang diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
lain. Sedangkan belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan
tertentu. Dikatakan belajar apabila membawa suatu
perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah
pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri. Pendeknya mengenai segala
aspek organisme atau pribadi seseorang. Karena itu seorang yang belajar ia
tidak sama lagi dengan saat sebelumnya, karena ia lebih sanggup menghadapi
kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia tidak
hanya bertambah pengetahuannya, akan tetapi dapat pula menerapkannya secara
fungsional dalam situasi hidupnya. Jadi berdasarkan uraian diatas tentang konsep
dan belar dapat kitasimpulkan konsep belajar adalah Gagasan atau rancangan
tentang agarbagaimana belajar dapat berjalan sesuai dengan konsep agar belajar
dapat berjalan secara baik
1.
Imam
Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali proses belajar adalah
usaha orang itu untuk mencari ilmu karena itu belajar itu sendiri tidak
terlepas dari ilmu yang akan dipelajarinya. Berkaitan dengan ilmu, Al-Ghazali
berpendapat ilmu yang dipelajari dapat dari dua segi, yaitu ilmu sebagai proses
dan ilmu sebagai objek.
Pertama, sebagai proses, Al-Ghazali megklasifikasikan ilmu
menjadi tiga. Pertama ilmu hissiyah
yakni ilmu yang didapatkan melalui penginderaan, misalnya seseorang belajar
melalui alat pendengaran, penciuman, maupun penglihatan. Kedua, ilmu Aqliyah
yakni ilmu yang didapatkan melalui kegiatan berfikir, misalnya masalah teoritis
yang berhubungan dengan hal-hal abstrak maupun non-abstrak. Ketiga, ilmu
Ladunni yakni ilmu yang didapatkan langsung dari Tuhan tanpa melalui proses
penginderaan maupun berfikir melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Kedua, sebagai objek, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi tiga
macam. Pertama, ilmu pengetahuan yang
tercela secara mutlak baik sedikit maupun banyak seperti sihir. Kedua, ilmu pengetahuan yang terpuji
baik sedikit maupun banyak. Dan Ketiga,
ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji tetapi bila mendalaminya
tercela seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Karena bila ilmu-ilmu
tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
Menurut Al-Ghazali ilmu terdiri dari dua
jenis, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. Ilmu asbi adalah cara berfikir
sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui
proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan. Ilmu Ladunni adalah ilmu
yang diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses perolehan ilmu
pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi dalam
qalbu. Menurut Al-Ghazali pendekatan belajar dalam menuntut ilmu dapat
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan ta’lim insani dan ta’lim
rabbani.[2]
Pendekatan ta’lim insani adalah belajar
dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan cara umum yang dilakukan
orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat inderawi yang diakui
oleh orang-orang berakal. Taklim Insani dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Proses eksternal
melalui belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar sebenarnya
tejadi aktivitas eksplorasio pengetahuan sehingga menghasikan
perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya
untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari gurunya
agar ia mendapatkan ilmu.
b.
Proses internal
melalui proses tafakur
Tafakur diartikan dengan membaca realitas
dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses
tafakur ini dapat dilakukan apabila jiwa dalam keadaan suci. Dengan
membersihkan qalbu dan mengosongkan egoisme dan keakuannya ke titik nol, maka
ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid berhadapan dengan seorang
guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan manusia masuk kedalamnya.
Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap alam semesta karena ilmu
itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir (jalaluddin, 1996).
2.
Al-Zarnuji
Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam
empat kategori.
a.
Pertama, ilmu
Fardhu ’ain yaitu ilmu yang wajib di pelajari oleh setiap muslim secara
individual. Pertama yang harus dipelajari adalah ilmu tauhid yaitu ilmu yang
menerangkan keesaan Allah SWT beserta sifat-sifatnya. Baru kemudian mempelajari
ilmu fiqih, shalat, zakat, haji dan lain-lain kesemuanya berkaitan dengan tata
cara beribadah kepada Allah SWT.
b.
Kedua, ilmu fardhu
kifayah yaitu ilmu yang kebutuhannya hanya dalam saat-saat tertentu saja,
misalnya ilmu shalat jenazah. Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk
kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban
bagi yang lainnya. Namun sebaliknya, bila tidak maka semuanya berdosa.
c.
Ketiga, Ilmu haram
yaitu ilmu yang haram untuk dipelajari, seperti ilmu nujum (ilmu perbintagan
yang biasanya digunakan untuk meramal) Sebab, hal itu sesungguhnya tiada
bermanfaat dan justru membawao marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir
Allah SWT tidak akan mungkin terjadi.
d.
Keempat, ilmu
jawas yaitu ilmu yang yang hukum mempelajarinya boleh karena bermanfaat bagi
manusia. Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui
sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena
Rasulallah SAW sendiri juga berobat.